Xwarta, Jakarta – Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengimbau pemilih untuk tidak memilih calon anggota legislatif (caleg) dan partai politik yang membiarkan calegnya tidak mau membuka profil dan riwayat hidupnya kepada publik.
Ada 30 persen dari 9.917 caleg DPR RI dalam Daftar Calon Tetap (DCT) yang diumumkan KPU RI pada 3 November lalu dan tidak membuka daftar riwayat hidupnya.
“Patut dicurigai bahwa ada hal yang sengaja ditutupi dari mereka dari akses dan pengetahuan publik. Sosok seperti itu tidak layak dan tidak pantas dipilih untuk menjadi wakil rakyat,” kata Titi pada Senin (6/11/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saat jadi caleg saja sudah berjarak dengan rakyat, apalagi ketika sudah menjadi pejabat terpilih,” ujar dia.
Mulanya, jauh sebelum penetapan DCT, KPU RI telah didesak untuk membuka daftar riwayat hidup para caleg.
Namun, lembaga penyelenggara pemilu itu berdalih bahwa hal tersebut termasuk informasi yang dikecualikan untuk publik berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik.
KPU RI menyatakan akan meminta kesediaan caleg melalui partai politik yang bersangkutan untuk membukanya.
“Dengan KPU tetap akan meminta persetujuan partai politik, maka kini saatnya pemilih menghukum langsung caleg dan partai yang tidak mau terbuka,” ujar Titi.
“Adanya caleg dan partai politik yang membiarkan calegnya tidak membuka data profil atau riwayat hidup adalah suatu ironi dan bentuk kemunduran dalam berdemokrasi. Seseorang yang berkontestasi untuk menjadi wakil rakyat justru membangun benteng kerahasiaan dengan publik terkait rekam jejaknya,” kata dia.
Ia menuturkan, publik jelas berkepentingan atas rekam jejak calon wakilnya di parlemen, khususnya berkenaan dengan kapasitas si calon dalam kaitannya dengan posisi yang diperebutkan.
Publik jelas perlu tahu kiprah si calon dalam profesi/jabatannya serta memastikan mereka terbebas dari masalah hukum, khususnya tindak pidana berat yang menodai integritas seperti korupsi.
“Tanpa referensi profil dan rekam jejak, maka pemilih bisa salah dalam membuat pilihan dan teralihkan fokusnya pada hal-hal yang sifatnya simbolik dan gimik-gimik semata,” kata Titi.
“Ini berdampak pada kualitas wakil rakyat yang bisa makin buruk dan bisa memperlemah kinerja parlemen. Berikutnya hal itu bisa mempengaruhi mutu legislasi, ketepatan alokasi anggaran, serta efektivitas fungsi pengawasan oleh parlemen,” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, 2.965 calon anggota DPR atau sekitar 30 persen dari total 9.917 calon dari 18 partai politik nasional peserta Pemilu 2024 tidak bersedia untuk memublikasikan daftar riwayat hidup.